Photo by Andreas Felske on Unsplash

Tak Kantongi SPPL, Apakah Berujung Pidana?

Environment License

Setiap kegiatan usaha yang berada di Indonesia wajib memiliki dokumen Persetujuan Lingkungan yang terbagi ke dalam 3 kategori yakni Amdal, UKL-UPL dan SPPL.

Penetapan dokumen Persetujuan Lingkungan menurut Permen LHK No. P.25/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2018 dilakukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dengan cara penapisan jenis rencana Usaha yang didasarkan pada :

  1. Jenis kegiatan:
  2. Skala/besaran/ukuran;
  3. Kapasitas produksi;
  4. Luas lahan yang dimanfaatkan;
  5. Limbah dan/atau cemaran dan/atau dampak lingkungan;
  6. teknologi yang tersedia dan/atau digunakan;
  7. jumlah komponen lingkungan yang terkena dampak;
  8. besaran investasi 9. terkonsentrasi atau tidaknya kegiatan;
  9. jumlah tenaga kerja; dan
  10. aspek sosial kegiatan;

SPPL (“Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup”) itu sendiri merupakan pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 Permen LHK No. P.25/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2018.

Kriteria jenis usaha yang memerlukan SPPL adalah kegiatan usaha mikro kecil dan tidak termasuk dalam kategori berdampak penting, antara lain:

  1. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
  2. eksploitas sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
  3. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dari pemanfaatannya;
  4. proses kegiatan dan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan social dan budaya;
  5. proses kegiatan dan hasilnya dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
  6. introduksi jenis tumbuhan, hewan dan jasad renik;
  7. pembuaran dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;
  8. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
  9. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.

Lantas, apakah Pelaku Usaha yang belum mengantongi SPPL bisa berujung pidana?

Jika mengacu pada ketentuan Pasal 36 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU No. 32 Tahun 2009”), “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.”

Dalam hal Pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 36 ayat (1) tersebut, maka diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 yaitu:

“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar Rupiah).

Aturan tersebut hanya mengatur bagi kegiatan yang wajib UKL-UPL dan Amdal saja, bukan wajib SPPL. Namun, Pasal 36 UU No. 32 Tahun 2009 juga telah dihapus oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“Omnimbus Law”). Sedangkan untuk Pasal 109 juga telah mengalami perubahan menjadi sebagai berikut:

  “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki:

  1. Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat, atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1), atau Pasal 59 ayat (4);
  2. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau
  3. persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1);

yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”

Jika melihat ketentuan di atas, maka Pelaku Usaha yang tidak memiliki Dokumen Amdal (Pasal 24 ayat (5)); Dokumen UKL-UPL (Pasal 34 ayat (3)); Kegiatan usaha yang menghasilkan limbah B3 tanpa Ijin (Pasal 59 ayat (1) dan ayat (4)); membuang limbah ke media lingkungan hidup tanpa persetujuan lingkungan (Pasal 20 ayat (3)); melakukan dumping (pembuangan) tanpa ijin (Pasal 61 ayat (1)) maka diancam pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00.

Sementara, Pelaku Usaha yang belum mengantongi SPPL tidak diancam hukuman pidana, melainkan dapat diberikan sanksi administratif jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran. Sanksi administratif tersebut dapat berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha dan pencabutan perizinan berusaha.

Feature image source: Photo by Andreas Felske on Unsplash