Image by Markus Winkler from Pixabay

Perusahaan Pailit, Bisa Lanjut Usaha?

Law Melek Hukum

Going Concern (berkelangsungan usaha) merupakan kondisi di mana suatu badan usaha atau entitas diperkirakan akan berlanjut dalam jangka waktu yang tidak terbatas di masa depan yang dipengaruhi oleh keadaan finansial dan non-finansial dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Keadaan Going Concern dalam praktik bisnis digunakan sebagai parameter dalam memperkirakan kemampuan suatu entitas untuk mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu tertentu, biasanya 1 (satu) tahun ke depan.

Lebih lanjut, Going Concern menunjukkan suatu entitas (badan usaha) dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Bukti akan potensi dan kemampuan bertahan suatu badan usaha atau perseroan yang termasuk dalam kategori, dibuktikan dalam bentuk laporan auditor selaku pihak yang memiliki kompetensi dalam menilai apakah suatu perseroan dapat tepat melangsungkan usahanya atau layak untuk dipailitkan.

Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tidak wajibnya campur tangan ahli untuk menilai usaha Debitor masih memiliki going concern value agar dapat dilanjutkan atau tidak, mengakibatkan nasib kelangsungan usaha Debitor pailit yang telah insolven sepenuhnya ditentukan oleh suara mayoritas Kreditor konkuren. Para Kreditor konkuren justru bisa saja tidak menghendaki usaha Debitor pailit dilanjutkan, meskipun laporan keuangan Debitor menunjukkan Debitor solven dan ada pernyataan dari auditor bahwa usaha Debitor berada dalam keadaan berjalan normal atau going concern.

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam :

Pasal 104 UU Kepailitan dan PKPU menyatakan :

  1. Berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, Kurator dapat melanjutkan usaha Debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
  2. Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, Kurator memerlukan izin Hakim Pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 179 UU Kepailitan dan PKPU menyatakan :

  1. Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian atau jika rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, Kurator atau Kreditor yang hadir dalam rapat dapat mengusulkan supaya perusahaan Debitor Pailit dilanjutkan.
  2. Jika ada panitia kreditor dan usul diajukan oleh Kreditor, panitia kreditor dan Kurator wajib memberikan pendapat mengenai usul tersebut.
  3. Atas permintaan Kurator atau salah seorang dari Kreditor yang hadir, Hakim Pengawas menunda pembicaraan dan pengambilan keputusan atas usul tersebut, sampai suatu rapat yang ditetapkan paling lambat 14 (empat belas) hari sesudahnya.
  4. Kurator wajib segera memberitahu Kreditor yang tidak hadir dalam rapat mengenai akan diadakannya rapat dengan surat yang memuat usul tersebut dan diingatkan tentang adanya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119.
  5. Dalam rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jika diperlukan dapat dilakukan pula pencocokan terhadap piutang yang dimasukkan sesudah berakhirnya tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) dan belum dicocokkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133.
  6. Terhadap piutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Kurator wajib bertindak menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, dan Pasal 119.

Pasal 180 UU Kepailitan dan PKPU menyatakan :

  1. Usul untuk melanjutkan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (1), wajib diterima apabila usul tersebut disetujui oleh Kreditor yang mewakili lebih dari 1/2 (satu perdua) dari semua piutang yang diakui dan diterima dengan sementara, yang tidak dijamin dengan hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya.
  2. Dalam hal tidak ada panitia kreditor, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80.
  3. Berita acara rapat harus memuat nama Kreditor yang hadir, suara yang dikeluarkan oleh masing-masing Kreditor, hasil pemungutan suara, dan segala sesuatu yang terjadi pada rapat tersebut.
  4. Setiap orang yang berkepentingan dapat melihat dengan cuma-cuma berita acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang disediakan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal berakhirnya rapat di Kepaniteraan Pengadilan.
Sumber Foto: Image by Gerd Altmann from Pixabay

Mekanisme Going Concern :

Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian atau jika rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, kurator atau kreditor yang hadir dalam rapat dapat mengusulkan supaya perusahaan debitor pailit dilanjutkan. (Pasal 179 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU)
 
Dari ketetuan tersebut tidak didapatkan suatu parameter dan/atau ukuran yang rigid ketika Kreditor meminta diterapkannya going concern terhadap Debitor pailit. Selain itu, pada praktiknya, permintaan going concern juga dapat dimintakan oleh Debitor atas pertimbangan subjektif dari Debitor yang melihat masih layaknya perusahaan untuk dilanjutkan. 
 
Usul untuk melanjutkan perusahaan tersebut, wajib diterima apabila usul tersebut disetujui oleh Kreditor yang mewakili lebih dari ½ dari semua piutang yang diakui dan diterima dengan sementara, yang tidak dijamin dengan hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya. (Pasal 180 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU)

Setelah semua Kreditor menyetujui untuk dilakukan Going Concern, kemudian Kurator menyampaikan usul tersebut kepada Hakim Pengawas untuk selanjutnya Hakim Pengawas mengeluarkan Penetapan Going Concern dengan memerintahkan Kurator untuk melakukan segala usaha yang diperlukan dalam rangka menjalankan usaha Debitor Pailit dan memberi ijin kepada Kurator untuk menggunakan dana dan daya yang tersedia untuk membiayai usaha melanjutkan usaha Going Concern. Berdasarkan penetapan Going Concern tersebut, Kurator menumbentuk dan menunjuk Tim Ahli yang berkompeten di bidangnya untuk melaksanakan Going Concern. Kurator tetap melakukan pengawasan Going Concern tersebut dan melaporkannya secara berkala kepada Hakim Pengawas.

Pemberhentian Going Concern :

Apabila ternyata kelangsungan usaha tersebut merugikan harta pailit, maka kurator atau Kreditor dapat mengusulkan kepada hakim pengawas agar usaha tersebut dihentikan. Selain itu, memang pada praktiknya, jika penerapaan going concern tidak dapat lagi memberikan nilai lebih (value added) bagi mayoritas Kreditor, maka dapat diajukan penghentian usaha.

Penghentian kelanjutan usaha tersebut diatur dalam Pasal 183 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU yang menerangkan bahwa :

Atas permintaan Kreditor atau Kurator, Hakim Pengawas dapat memerintahkan supaya kelanjutan perusahaan dihentikan

Dalam hal terdapat permintaan tersebut, panitia Kreditor, apabila ada, wajib didengar dan Kurator wajib pula didengar apabila usul tersebut tidak diajukan oleh kurator .[Pasal 183 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU] Hakim Pengawas juga dapat mendengar Kreditor dan debitor pailit.[Pasal 183 ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU]

Akibat hukum dari dihentikannya Going Concern terhadap Debitor adalah kurator harus segera melakukan pemberesan (dalam hal ini penjualan) atas aset-aset Debitor pailit merujuk pada tata cara yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang. Pemberesan tersebut dilakukan tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan Debitor.[Pasal 184 ayat (1) huruf b UU Kepailitan dan PKPU]

Kemudian, hasil dari penjualan tersebut akan dibagikan kepada seluruh Kreditor dengan asas pari passu pro rata parte. Penjelasan Pasal 176 huruf a UU Kepailitan dan PKPU menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “pro rata” adalah pembayaran menurut besar kecilnya piutang masing-masing.

SUMBER :
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Penulis: Dr. Anis Rifai, SH., MH. (Advokat & Dosen)

Feature Image Source: Image by Markus Winkler from Pixabay